Gereja Katolik, yang juga disebut
Gereja Katolik Roma,
[note 1] adalah Gereja
Kristen terbesar di dunia, dan mengklaim memiliki semilyar anggota, yakni kira-kira setengah dari seluruh umat Kristiani
[note 2] dan seperenam dari
populasi dunia. Gereja Katolik adalah sebuah
komuni (persekutuan) dari Ritus Barat (
Ritus Latin) dan 22
Gereja Katolik Timur (disebut
gereja-gereja partikular), yang membentuk 2.795
keuskupan pada 2008.
Otoritas duniawi tertinggi Gereja ini dalam perkara iman, moral dan pemerintahannya adalah
Sri Paus,
[15] saat ini
Paus Fransiskus, yang memegang otoritas tertinggi bersama-sama
Dewan Uskup, yang diketuainya.
[16][17][18]
Komunitas Katolik terdiri atas seorang pelayan-umat tertahbis
(rohaniwan) dan umat awam; baik rohaniwan maupun umat awam dapat pula
menjadi anggota dari
komunitas-komunitas religius.
[19]
Gereja ini mendefinisikan bahwa misinya adalah memberitakan Injil
Yesus Kristus, memberikan pelayanan
sakramen-sakramen dan melakukan karya amal.
[20]
Gereja ini menjalankan program-program dan lembaga-lembaga sosial di
seluruh dunia, termasuk juga sekolah-sekolah, universitas-universitas,
rumah-rumah sakit, misi-misi dan perumahan, serta organisasi-organisasi
seperti
Catholic Relief Services,
Caritas Internationalis dan
Catholic Charities yang membantu kaum papa, keluarga-keluarga, orang-orang jompo, dan orang-orang sakit.
[21]
Melalui
suksesi apostolik, Gereja ini percaya bahwa dirinya merupakan kelanjutan dari komunitas Kristiani yang didirikan oleh Yesus dengan mentahbiskan
Santo Petrus, sebuah pandangan yang juga dianut oleh banyak sejarawan.
[22] Gereja ini menetapkan doktrin-doktrinnya melalui berbagai
konsili ekumenis, meneladani para rasul pertama dalam
Konsili Yerusalem.
[23] Atas dasar janji-janji Yesus pada rasul-rasulNya yang tertera dalam
Injil, Gereja ini percaya bahwa dia dituntun oleh
Roh Kudus dan oleh karena itu terlindungi dari terjadinya kesalahan doktrin.
[24][25][26]
Keyakinan-keyakinan Katolik didasarkan atas
deposit iman (mencakup baik
Kitab Suci maupun
Tradisi Suci) yang diwarisi dari zaman
Rasul-Rasul, dan yang diinterpretasi oleh
Otoritas Pengajaran Gereja. Keyakinan-keyakinan tersebut terangkum dalam
Kredo Nicea, dan secara resmi dirinci dalam
Katekismus Gereja Katolik. Peribadatan Katolik yang formal, yang disebut
liturgi, diatur oleh otoritas Gereja.
Ekaristi, salah satu dari tujuh
sakramen Gereja dan bagian penting dari setiap
Misa Katolik atau
Liturgi Suci Katolik Timur, adalah pusat dari peribadatan Katolik.
Dengan sejarah yang membentang sepanjang dua ribu tahun, Gereja ini adalah salah satu lembaga tertua di dunia
[27] dan telah berperan penting dalam
sejarah peradaban Barat sekurang-kurangnya sejak abad ke-4.
[28] Pada abad ke-11, sebuah perpecahan besar, yang kadang-kadang disebut
Skisma Akbar,
terjadi antara Kristianitas Timur dan Barat yang terutama diakibatkan
oleh ketidaksepahaman mengenai primasi kepausan. Gereja-Gereja Timur
yang tetap maupun yang kelak kembali menjalin persekutuan dengan Uskup
Roma, Sri Paus, membentuk
Gereja-Gereja Katolik Timur, dan Gereja-Gereja yang tetap berada di luar otoritas kepausan biasanya dikenal sebagai Gereja-Gereja
Ortodoks Timur. Pada abad ke-16, juga sebagai tanggapan atas bangkitnya
Reformasi Protestan di
Eropa Barat, Gereja ini menyelenggarakan proses reformasi dan renovasi internal, yang dikenal sebagai
Kontra-Reformasi.
Meskipun Gereja ini menyatakan bahwa dialah "
Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik," didirikan oleh
Yesus Kristus, tempat orang dapat menemukan kepenuhan sarana keselamatan,
[29][30] Gereja ini pun mengakui bahwa Roh Kudus dapat menggunakan komunitas-komunitas Kristiani lainnya untuk membawa orang menuju
keselamatan.
[31][32]
Gereja ini percaya bahwa dia dipanggil oleh Roh Kudus untuk
mengupayakan kesatuan antar segenap umat Kristiani, sebuah gerekan yang
dikenal sebagai
ekumenisme.
[32] Tantangan-tantangan moderen yang dihadapi Gereja ini mencakup bangkitnya
sekularisme dan penentangan terhadap sikapnya mengenai
aborsi,
euthanasia,
kontrasepsi, dan
moralitas seksual.
[33]
Terminologi
Sepanjang sejarahnya, Gereja yang dijelaskan dalam artikel ini
menggunakan banyak nama, antara lain "Gereja", "Gereja Katolik", dan
"Gereja Katolik Roma". Nama
"Gereja Katolik" digunakan untuk membedakannya dengan Gereja-Gereja lain yang tidak berada dalam persekutuan penuh (
komuni penuh) dengan
Uskup Roma, yakni
Ortodoks Timur,
Ortodoks Oriental,
Anglikan, dan berbagai
denominasi Protestan.
Nama "
Gereja Katolik Roma" pertama kali digunakan oleh
kaum Protestan untuk menyebut seluruh Gereja yang setia kepada Uskup
Roma. Namun nama ini juga digunakan oleh umat Katolik sendiri sejak
abad ke-17, baik dalam
bahasa Inggris,
bahasa Perancis, maupun
bahasa Latin, untuk memperkenalkan iman mereka terutama dalam hal persekutuan mereka dengan tahta keuskupan
Roma. Di kawasan
Timur Tengah, sebutan Gereja Katolik Roma dapat pula berarti
Gereja Melkit, atau Gereja katolik yang menggunakan
Ritus Latin, atau bahkan bisa berarti Gereja Katolik di kota Roma,
Italia.
Dalam hubungannya dengan Gereja-Gereja lain, nama "Gereja Katolik" yang dipergunakan, dan untuk urusan internal digunakan nama "
Gereja". Sebagai contoh, dalam
Katekismus Gereja Katolik, nama "
Gereja"
digunakan ratusan kali, sedangkan nama "Gereja Katolik" hanya digunakan
24 kali, bahkan nama "Gereja Katolik Roma" sama sekali tidak digunakan.
Penggunaan nama "Gereja Katolik" secara resmi diterima oleh beberapa
Gereja Kristen lainnya, namun kebanyakan dari mereka menggunakan istilah
"Gereja Katolik Roma" untuk menyebut Gereja ini. Meskipun demikian,
dalam penggunaan secara informal, bahkan oleh anggota-anggota Gereja
lainnya istilah "Gereja Katolik" difahami sebagai nama dari Gereja ini.
Pada tahun 397 Masehi,
Santo Agustinus menjelaskan bahwa nama tersebut bahkan dipahami oleh mereka yang digolongkannya sebagai kaum
bidaah:
... Nama itu, yakni Katolik, yang bukannya tanpa alasan, dengan
dikelilingi begitu banyak bidaah, telah digunakan oleh Gereja; dengan
demikian, meskipun semua kaum bidaah ingin disebut Katolik, namun jika
ada orang asing bertanya dimanakah jemaat Katolik berkumpul, maka tak
satupun kaum bidaah yang berani menunjuk kapel atau rumahnya sendiri.
Singkatnya, baik nama "Gereja Katolik", maupun "Gereja Katolik Roma"
digunakan sebagai sebutan alternatif bagi seluruh gereja "yang dipimpin
oleh pengganti
Petrus dan oleh para uskup yang berada dalam satu komuni bersamanya."
Keyakinan
Nama Allah di atas citra Kristus yang tersalib dikelilingi
bala malaikat, bagian dari latar altar dalam sebuah gedung Gereja Katolik.
Gereja Katolik meyakini bahwa hanya ada satu Allah saja, yang hadir dalam tiga pribadi:
Allah Bapa; Yesus Sang Putera; dan Roh Kudus. Keyakinan-keyakinannya terangkum dalam
Kredo Nicea[34] dan dirinci dalam
Katekismus Gereja Katolik.
[35][36] Kredo Nicea juga merupakan pusat pernyataan keyakinan dari denominasi-denominasi Kristen lainnya.
[37] Pertama-tama adalah umat Kristen
Ortodoks Timur, yang keyakinan-keyakinannya mirip dengan keyakinan-keyakinan umat Katolik, perbedaan utamanya terletak dalam hal
infalibilitas kepausan,
klausa filioque, dan
Maria dikandung tanpa noda.
[38][39] Berbagai
denominasi Protestan
bervariasi dalam keyakinan-keyakinannya, namun pada umumnya mereka
berbeda dari umat Katolik dalam hal Sri Paus, Tradisi Gereja, Ekaristi,
penghormatan orang-orang kudus, serta dalam isu-isu yang berkaitan
dengan
anugerah, perbuatan baik, dan
keselamatan.
[40]
Konsili Yerusalem, yang diselenggarakan oleh
para Rasul sekitar tahun 50 untuk memperjelas ajaran-ajaran Gereja, menjadi tolok ukur bagi
konsili-konsili Gereja selanjutnya yang diselenggarakan oleh para pimpinan Gereja sepanjang sejarah.
[23][41][42] Konsili terakhir dalam Gereja ini adalah
Konsili Vatikan kedua, yang berakhir pada 1965.
[43]
Otoritas pengajaran, tujuh sakramen
Berdasarkan janji Yesus di dalam
Injil, Gereja Katolik percaya bahwa ia dibimbing secara berkesinambungan oleh
Roh Kudus, dan oleh sebab itu terhindar dari kemungkinan kekeliruan doktrin.
[16][44] Gereja Katolik mengajarkan bahwa Roh Kudus menyingkapkan kebenaran Allah melalui
Kitab Suci,
Tradisi Suci, dan
Magisterium.
[45] Kitab Suci, atau
Alkitab Katolik, terdiri atas kitab-kitab yang sama dengan yang terdapat dalam
Perjanjian Lama versi
Yunani—disebut pula
Septuaginta[46]—beserta ke-27 tulisan
Perjanjian Baru yang terdapat dalam
Codex Vaticanus dan terdaftar dalam
Surat Hari Raya yang ke-39 yang ditulis
Athanasius.
[47]
Seluruh kitab tersebut merupakan ke-73 Kitab Suci Katolik, berbeda
dengan banyak gereja Protestan yang menggunakan 66 kitab saja.
[46] Kitab-kitab dan tulisan-tulisan yang dianggap
kanonik oleh Gereja Katolik tetapi tidak dianggap kanonik oleh beberapa kelompok lainnya disebut juga kitab-kitab
Deuterokanonika. Tradisi Suci terdiri atas ajaran-ajaran yang menurut keyakinan Gereja telah diwarisi dari zaman para Rasul.
[44] Kitab Suci beserta Tradisi Suci bersama-sama disebut "deposit iman" (
Bahasa Latin:
depositum fidei). Deposit iman ini nantinya ditafsirkan oleh
Magisterium (dari kata
magister dalam bahasa Latin yang artinya "guru"), otoritas pengajaran Gereja Katolik, yang—melalui
suksesi apostolik -- dilaksanakan oleh Sri Paus dan
uskup-uskup yang berada dalam kesatuan dengan Sri Paus.
[48]
Menurut
Konsili Trente, Yesus melembagakan
tujuh sakramen dan mempercayakannya kepada Gereja.
[49] Ketujuh sakramen tersebut adalah
Pembaptisan,
Krisma,
Ekaristi, Rekonsiliasi (
Sakramen Pengakuan Dosa),
Minyak Suci (atau sakramen "Pengurapan Orang Sakit"),
Imamat, dan
Pernikahan.
Sakramen-sakramen adalah ritual-ritual kasat mata yang penting artinya,
dan yang oleh umat Katolik dipandang sebagai tanda-tanda kehadiran
Allah serta saluran-saluran yang efektif dari
anugerah Allah kepada orang-orang yang menerima sakramen-sakramen tersebut dengan disposisi yang sesuai (
ex opere operato).
[50][51]
Hakikat Allah
Katolisisme itu
monoteistik: percaya bahwa Allah itu esa, abadi, maha kuasa (
Omnipoten), maha tahu (
Omniscien), maha baik (
Omnibenevolen), dan ada di mana-mana (
Omnipresen).
Allah eksis secara berbeda dan mendahului ciptaan-Nya (yakni, segala
sesuatu yang bukan Allah, dan yang eksistensinya bergantung pada Allah)
dan meskipun demikian tetap hadir secara intim dalam ciptaan-Nya. Dalam
Konsili Vatikan Pertama
Gereja Katolik mengajarkan bahwa, meskipun dengan akal budi alami
manusiawi, Allah dapat dikenal dalam karya-Nya sebagai asal mula dan
akhir segala ciptaan,
[52]
Allah telah memilih untuk mewahyukan diri-Nya sendiri dan kehendak-Nya
secara supernatural dalam cara-cara yang tertera dalam Surat kepada umat
Ibrani 1:1-2.
Katolisisme itu juga
Trinitarian:
percaya bahwa, meskipun Allah itu esa dalam hakikat, esensi, dan
keberadaan, Allah yang esa ini eksis dalam tiga pribadi illahi, yang
masing-masing identik dengan satu esensi, yang perbedaannya cuma dalam
hubungan mereka satu sama lain: hubungan
Bapa terhadap
Putera, hubungan Putera terhadap Bapa, dan hubungan keduanya dengan
Roh Kudus, menjadikan Allah yang esa sebagai
Trinitas.
Umat Katolik dibaptis dalam nama (bentuk tunggal) Bapa dan Putera dan
Roh Kudus — bukan tiga allah, melainkan satu Allah yang menetap dalam
tiga Pribadi. Sekalipun satu esensi keillahianNya, Bapa, Putera, dan Roh
Kudus itu berbeda, bukan sekedar tiga "topeng" atau manifestasi dari
satu Pribadi. Iman Gereja dan tiap individu Kristiani didasarkan atas
hubungan dengan ketiga Pribadi dari satu Allah tersebut.
Gereja Katolik percaya bahwa Allah mewahyukan diri-Nya sendiri kepada
umat manusia sebagai Bapa bagi Putera tunggal-Nya, yang berada dalam
persekutuan abadi dengan Sang Bapa (Matius 11:27).
Umat Katolik percaya bahwa Allah Putera, Sang Logos Illahi, Pribadi Allah yang kedua, berinkarnasi sebagai
Yesus Kristus, seorang manusia, lahir dari
Perawan Maria.
Dia tetap sungguh-sungguh illahi dan pada saat yang sama
sungguh-sungguh manusia. Dalam perkataan dan cara hidupnya, dia mengajar
semua orang bagaimana untuk hidup, dan mewahyukan Allah sebagai Kasih,
pemberi anugerah atau rahmat secara cuma-cuma.
Sesudah
penyaliban dan
kebangkitan Yesus,
para pengikutnya, terutama kedua belas rasul, semakin ekstensif
menyebarkan imannya dengan semangat yang menurut mereka berasal dari
Roh Kudus, Pribadi Allah yang ketiga, yang diutus ke atas mereka oleh Yesus.
Dosa asal
Dalam keyakinan Katolik, manusia mula-mula diciptakan untuk hidup
dalam persatuan dengan Allah. Karena ketidaktaatan manusia pertama,
hubungan itu putus dan dosa serta maut datang ke dunia.
[53]
Kejatuhan tersebut menjadikan manusia berada dalam suatu status yang
disebut dosa asal, yakni, keterpisahan dari status aslinya yang intim
dengan Allah yang membawa maut melalui gagasan bahwa tiap jiwa manusia
itu abadi. Namun ketika Yesus datang ke dunia, menjadi Allah sekaligus
manusia, Dia mampu melalui pengorbananNya untuk mendamaikan umat manusia
dengan Allah. Dengan bersatu dalam Kristus, melalui Gereja, umat
manusia sekali lagi mampu untuk menjalin keintiman dengan Allah tetapi
juga menawarkan suatu karunia yang lebih menakjubkan lagi: partisipasi
dalam Hidup Ilahi di Bumi, yang kelak mencapai kepenuhannya di surga
dalam Visi Beatifis. Sakramen Pembaptisan adalah satu-satunya sarana
untuk memperoleh pengampunan atas dosa asal.
Gereja
Alkitab Gutenberg cetakan
1455. Menjelang akhir era 1400-an, orang-orang Katolik seperti
Johann Gutenberg mengoperasikan 250 usaha percetakan di seluruh
Eropa.
Gereja, sebagaimana yang dikatakan oleh Kitab Suci, adalah "tubuh Kristus,"
[54]
dan Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja merupakan satu kesatuan
tubuh dari umat beriman di dalam surga dan di atas bumi. Oleh karena itu
hanya ada satu Gereja yang sejati, yang nampak dan yang bersifat fisik,
bukannya beberapa Gereja. Dan bagi Gereja yang satu ini, yang awalnya
didirikan oleh Yesus di atas Petrus dan para rasul, Yesus memberikan
suatu mandat untuk menjadi pengajar dan penjaga yang berwenang dari
iman. Untuk mentransmisikan wahyu ilahiah Kristus, para rasul diberi
mandat untuk "memberitakan injil," yang mereka laksanakan baik secara
lisan maupun tulisan, dan yang mereka lestarikan dengan meninggalkan
para uskup sebagai penerus mereka.
Katekismus
menyatakan bahwa "pemberitaan rasuli, yang diekspresikan secara khusus
dalam kitab-kitab yang terilhami, yang dilestarikan dalam rantai suksesi
yang berkesinambungan hingga akhir zaman. Transmisi hidup ini,
terselenggara dalam Roh Kudus, disebut Tradisi, karena berbeda dengan
Kitab Suci, meskipun terkait erat dengannya." Gereja juga merupakan
sumber rahmat ilahi yang diberikan melalui sakramen-sakramen (lihat di
bawah). Gereja menyatakan diri tidak dapat keliru (
Infalibilitas Gereja)
dalam mengajarkan iman, berdasarkan janji-janji Yesus yang alkitabiah
bahwa Ia akan senantiasa menyertai Gereja-Nya, dan memeliharanya dalam
kebenaran melalui
Roh Kudus.
Selanjutnya, Yesus menjanjikan perlindungan ilahi bagi ajaran-ajaran
dan penilaian-penilaian para rasul, serta mereka yang menjadi penerus
para rasul dalam jabatan mereka sebagai pengajar (yaitu para uskup).
lagi pula, Yesus menetapkan Gereja sebagai mahkamah tertinggi bagi
seluruh umat beriman: "dan jika dia menolak untuk mendengarkan mereka,
sampaikanlah kepada Gereja; dan jika dia menolak pula untuk mendengarkan
Gereja, biarlah dia menjadi bagimu seperti seorang asing dan seorang
pemungut cukai." Dalam ayat alkitab ini, tampak bahwa Gereja mendasarkan
doktrin-doktrinnya pada peninggalan apostolik yang tertulis, yaitu
Perjanjian Baru,
dan pada tradisi lisan yang diwariskan dari para rasul bagi para
penerus mereka (para uskup) melalui kesaksian Gereja yang
berkesinambungan.
Bagian ke-8 dari dekrit
Konsili Vatikan II mengenai Gereja,
Lumen Gentium
menyatakan bahwa "Gereja Kristus yang tunggal yang dalam kredo
diikrarkan sebagai satu, kudus, katolik dan apostolik" berada "dalam
Gereja Katolik, yang dipimpin oleh penerus Petrus dan para uskup yang
berada dalam persekutuan dengannya." (Istilah penerus Petrus bermakna
Uskup Roma, Sri Paus).
Katekismus Gereja Katolik, 85 menyatakan bahwa interpretasi otentik dari Firman Allah dipercayakan kepda
Magisterium Gereja yang hidup, yakni para uskup dalam persekutuan dengan penerus
Santo Petrus.
Teologi Katolik menempatkan wewenang interpretasi Kitab Suci pada
tangan-tangan penilaian yang konsisten dari Gereja dari abad ke abad
(hal yang senantiasa dan di mana saja diajarkan) bukannya pada penilaian
pribadi perseorangan. Meskipun demikian, ,magisterium mendorong umat
gembalaannya untuk membaca Kitab Suci.
Menurut
Katekismus Gereja Katolik,
"maksud utama Gereja adalah untuk menjadi sakramen persatuan batiniah
antara manusia dengan Allah." Dengan demikian "struktur Gereja secara
keseluruhan di diarahkan kepada kesucian anggota-anggota tubuh Kristus."
Keselamatan
Gereja Katolik mengajarkan bahwa keselamatan untuk kehidupan kekal
adalah kehendak Allah bagi semua orang, dan bahwa Allah
menganugerahkannya bagi para pendosa sebagai suatu anugerah yang
cuma-cuma, suatu rahmat, melalui pengorbanan Kristus. "Sehubungan dengan
Allah, sama sekali tidak ada hak atas kelayakan apapun di pihak
manusia. Antara Allah dan kita terentang kesenjangan yang tak terkira,
karena kita telah menerima segala sesuatu dari-Nya, Pencipta kita.
Allahlah yang membenarkan, yakni, yang membebaskan dari dosa dengan
karunia kekudusan yang cuma-cuma (rahmat pengudusan, yang disebut juga
sebagai rahmat habitual atau rahmat pengilahian). Kita dapat menerima
anugerah yang dikaruniakan Allah melalui iman dalam Yesus Kristus dan
melalui pembaptisan, ataupun menolaknya. Peran serta manusia diperlukan,
sejalan dengan kemampuan baru untuk berpegang teguh pada kehendak ilahi
yang disediakan Allah. Iman seorang Kristiani bukannya tanpa perbuatan,
karena tanpa perbuatan iman itu akan mati. Dalam pengertian ini,
"dengan perbuatan manusia dibenarkan, dan bukan dengan iman
semata-mata,"dan kehidupan kekal adalah, pada satu saat yang sama,
rahmat dan upah dianugerahkan oleh Allah atas perbuatan baik dan
kelayakan. Iman, dan oleh karenanya perbuatan, merupakan hasil dari
rahmat Allah - oleh karena itu, hanya karena rahmat maka orang beriman
dapat dipandang "layak memperoleh" keselamatan. Gereja Katolik
mengajarkan bahwa melalui rahmat-rahmat yang diperoleh Yesus bagi umat
manusia dengan mengorbankan dirinya sendiri di kayu salib, keselamatan
dapat diterima bahkan oleh orang-orang yang berada di luar batas-batas
yang nampak dari Gereja. Umat Kristiani dan bahkan non-Kristiani, jika
dalam hidupnya mereka secara positif tanggap terhadap rahmat dan
kebenaran yang disingkapkan Allah kepada mereka melalui belas kasihan
Kristus, dapat diselamatkan (suatu sikap yang kerap disebut, dalam kasus
umat non-Kristiani, sebagai "baptisan keinginan"). Hal ini kadangkala
mencakup pula kesadaran akan kewajiban untuk menjadi bagian dari Gereja
Katolik. Dalam kasus-kasus semacam itu, maka barang siapa yang
mengetahui bahwa Gereja Katolik telah dijadikan perlu oleh Kristus,
menolak untuk masuk atau tetap di dalamnya, tidak dapat diselamatkan.
Kehidupan Katolik
Ajaran sosial
Hidup manusia
Gereja Katolik menegaskan kesucian seluruh hidup manusia, sejak dalam
kandungan hingga kematian secara alami. Gereja Katolik percaya bahwa
tiap pribadi diciptakan menurut "gambar dan rupa Allah," dan bahwa hidup
manusia tidak boleh diukur berdasarkan nilai-nilai lain seperti
ekonomi, kenyamanan, preferensi pribadi, atau teknik sosial. Oleh karena
itu, Gereja menentang aktivitas-aktivitas yang diyakininya
menghancurkan atau menistakan hidup yang diciptakan suci itu, termasuk
euthanasia,
eugeniks dan
aborsi.
Seksualitas
Gereja Katolik mengajarkan bahwa hidup manusia dan seksualitas manusia kedua-duanya tak terpisahkan dan suci.
[55] Gereja mengajarkan bahwa
Manikeisme, keyakinan bahwa roh bersifat baik sedangkan tubuh bersifat jahat, adalah
bidaah.
Oleh karena itu, Gereja tidak mengajarkan bahwa seks itu dosa atau
merusak hidup yang penuh rahmat. Karena Allah menciptakan tubuh manusia
menurut gambar dan rupa-Nya sendiri, dan karena Dia melihat bahwa segala
sesuatu yang telah diciptakannya itu "sungguh baik," (Kejadian 1:31)
maka demikian pula tubuh manusia dan seks itu baik adanya. Dalam
Katekismus diajarkan bahwa "tubuh adalah alat keselamatan."
[56]
Sesungguhnya, Gereja menganggap ekspresi cinta antara suami istri
sebagai aktivitas manusia yang paling luhur, yang mempersatukan, suami
istri dalam penyerahan-diri yang seutuhnya satu sama lain, dan membuka
hubungan mereka kepada kehidupan baru. “Aktivitas seksual, yang di
dalamnya suami istri secara intim dan murni saling bersatu, dan yang
melaluinya hidup manusia diturunkan, adalah, sebagaimana yang dikatakan
oleh Konsili terakhir, ‘mulia dan layak.’”
[57]
Hanya dalam hal ekspresi seksual yang terjadi di luar pernikahan
sakramental, atau dalam hal fungsi prokreasi dari ekspresi seksual dalam
pernikahan secara sengaja dihalang-halangi, maka Gereja Katolik
mengungkapkan keprihatinan moralnya.
Asal-usul dan sejarah
Gereja Katolik didirikan oleh
Yesus dan
Keduabelas Rasul, dilanjutkan oleh para uskup sebagai penerus para rasul umumnya, dan Sri Paus sebagai penerus Santo Petrus khususnya.
[58] Istilah "Gereja Katolik" diketahui pertama kali digunakan dalam surat dari
Ignatius dari Antiokhia
pada tahun 107, yang menulis bahwa: "Di mana ada uskup, hendaknya umat
hadir di situ, sama seperti di mana ada Yesus Kristus, Gereja Katolik
hadir di situ."
[59]
Selain itu, para penulis Katolik memberikan daftar sejumlah kutipan
dari para Bapa Gereja terdahulu yang mendukung bahwasanya Tahta
Keuskupan Roma memiliki otoritas yurisdiksional atau primasi atas
gereja-gereja lain,
[60]
di lain pihak para penulis Ortodoks menolak klaim tersebut yang
merupakan salah satu dari pokok permasalahan di balik skisma
Timur-Barat, dengan secara historis memandang Sri Paus sebagai
primus inter pares (yang pertama di antara yang sederajat).
[61]
Di pusat doktrin-doktrin Gereja Katolik ada
Suksesi Apostolik,
yakni keyakinan bahwa para uskup adalah para penerus spiritual dari
Keduabelas Rasul mula-mula, melalui rantai konsekrasi yang tak terputus
secara historis.
Perjanjian Baru berisi peringatan-peringatan terhadap ajaran-ajaran yang sekedar bertopengkan Kekristenan,
[62] dan menunjukkan bahwa para pimpinan Gereja diberi kehormatan untuk memutuskan manakah yang merupakan ajaran yang benar.
[63]
Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja Katolik adalah keberlanjutan
dari orang-orang tetap setia pada kepemimpinan apostolik (rasuli) dan
episkopal (Keuskupan) serta menolak ajaran-ajaran palsu.
Pra Abad-Pertengahan
Sesudah melewati suatu periode awal yang diwarnai
penganiayaan secara sporadik namun intens, Kekristenan menjadi legal pada abad ke-4, ketika Kaisar Konstantinus I mengeluarkan
Edicta Milano
(Edik Milano) pada tahun 313. Konstantinus berperan penting dalam
penyelenggaraan Konsili Nicea Pertama yang merupakan konsili para uskup
Gereja Katolik pada tahun 325, yang ditujukan untuk melawan bidaah
Arianisme dan merumuskan
Kredo Nicea yang digunakan oleh Gereja Katolik, Ortodoksi Timur, dan berbagai Gereja Protestan. Pada tanggal
27 Februari 380,
Kaisar Teodosius I memberlakukan sebuah hukum yang menetapkan
Kekristenan Katolik sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi dan
memerintahkan untuk menyebut yang lain dari pada itu sebagai bidaah.
[64]
Halaman bergambar dari
Book of Kells yang termasyhur itu, 800.
Setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi, Gereja Katolik melewati suatu
masa kegiatan dan ekspansi misi. Selama Abad Pertengahan Katolisisme
menyebar di antara bangsa Jerman (pada awalnya bersaing dengan
Arianisme),
Viking,
Polandia,
Kroasia,
Ceko,
Slowakia,
Hungaria,
Lithuania,
Latvia,
Finlandia dan
Estonia. Keberhasilan kehidupan monastik menumbuhkan berbagai pusat pembelajaran, teristimewa yang paling masyhur di
Irlandia dan
Gallia,
serta berkontribusi bagi Abad Pencerahan Dinasti Carolingian
(Carolingian Renaissance). Di kemudian hari yakni pada kurun waktu Abad
Pertengahan, Sekolah-sekolah Katedral berkembang menjadi
universitas-universitas (Universitas Paris, Universitas Oxford, dan
Universitas Bologna), cikal bakal dari lembaga-lembaga pembelajaran
Barat modern.
Skisma akbar
Dalam abad ke-11, melalui serentetan proses selama beberapa abad, Gereja mengalami
skisma akbar
di mana Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur terbelah akibat
isu-isu administrasi, liturgi, dan doktrin, khususnya masalah klausa
Filioque
dan primasi jurisdiksi kepausan. Secara konvensional skisma ini
berpenanggalan tahun 1054, ketika Patriark Konstantinopel dan Sri Paus
mengeluarkan pernyataan saling mengucilkan. Baik
Konsili Lyons II tahun 1274 maupun
Konsili Basel
tahun 1439 berusaha menyatukan kembali kedua Gereja, namun pihak
Ortodoks menolak kedua konsili itu. Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks
Timur masih dalam keadaan skisma hingga hari ini, meskipun demikian
dalam deklarasi bersama Katolik-Ortodoks tahun 1965 pernyataan
pengucilan tersebut ditarik kembali baik oleh Roma maupun
Konstantinopel, dan upaya-upaya mengakhiri skisma terus berlanjut.
Beberapa
Gereja Timur
telah bersatu kembali dengan Gereja Katolik dengan menerima primasi
kepausan, dan beberapa Gereja Timur lainnya mengaku tidak pernah keluar
dari persekutuan dengan Sri Paus.
Perang Salib
Perang Salib adalah serangkaian perang militer sejak tahun 1092 di
Tanah Suci dan tempat-tempat lain, direstui oleh kepausan, dimulai pada masa kepausan
Urbanus II sebagai tanggapan terhadap permintaan bantuan dari Kaisar
Byzantium
melawan ekspansi Turki. Perang Salib ini serta perang-perang Salib
selanjutnya akhirnya gagal meredakan agresi orang-orang Turki dan bahkan
menimbulkan rasa benci antar umat Kristiani akibat penjarahan dan
pendudukan kota
Konstantinopel selama Perang Salib ke-4.
Inkuisisi
Sejak sekitar tahun 1184, dan berlanjut selama
Reformasi Protestan, terjadi sejumlah kegiatan historis yang melibatkan Gereja Katolik, dan yang dikenal luas sebagai
Inkuisisi,
ditujukan untuk menyelamatkan kesatuan religius dan doktrinal dalam
Kekristenan melalui pentobatan, dan kadang kala penganiayaan,
orang-orang yang didakwa bidaah. Terbukti bidaah, yang dipandang sebagai
pengkhianatan terhadap dunia Kristen, dapat mengakibatkan penerimaan
hukuman yang berkisar dari hukuman ringan sampai hukuman mati (antara
lain dibakar hidup-hidup) yang dilaksanakan oleh negara. Contoh dari
langkanya pelaksanaan hukuman mati tersebut adalah, sejak tahun 1540
sampai 1700 dari semua perkara yang diajukan kepada Inkuisisi Spanyol
hanya 2-3% yang berakhir dengan eksekusi mati, lebih rendah dari pada
peradilan sekuler manapun secara virtual pada masa itu.
[65] Menurut para sejarawan, Inkuisisi
Abad Pertengahan,
Inkuisisi Spanyol,
Inkuisisi Roma, dan Inkuisisi Portugis adalah peristiwa-peristiwa
historis yang berbeda. Cakupan dari aktivitas Inkuisisi, dan khususnya
angka kematian yang tepat, telah menjadi bahan propaganda di kemudian
hari.
Reformasi
Keretakan kedua dalam sejarah Kekristenan terjadi saat
Reformasi Protestan, yang dimulai di
Jerman
pada abad ke-16. Selama kurun waktu tersebut pelbagai kelompok
masyarakat, seringkali dengan dukungan pemerintah lokal, menolak primasi
Sri Paus, kewajiban selibat bagi para imam, serta berbagai doktrin dan
praktik Katolik lainnya, sekaligus penyelewengan-penyelewengan (semisal
praktik
simoni/praktik pembelian jabatan gerejawi) yang umum terjadi pada masa itu. Para reformator dalam Gereja Katolik meluncurkan
Kontra-Reformasi
atau Reformasi Katolik, suatu periode klarifikasi doktrin, perbaikan
imamat dan liturgi, dan re-evangelisasi yang dimulai dengan
Konsili Trento.
Konsili Trento
dan perbaikan-perbaikannya menghasilkan tema sentral untuk 300 tahun ke
depan dari sejarah Katolik. Periode tersebut menitikberatkan karya
katekese dan misi, bidang yang menjadi keunggulan bagi ordo
Yesuit dan
Fransiskan. Katolisisme menyebar ke seluruh dunia, seiring dengan kolonialisme bangsa Eropa: ke
Amerika,
Asia,
Afrika, dan
Oseania.
Zaman Modern
Gereja pada abad ke-18 dan ke-19 tidak hanya harus berhadapan dengan
ajaran-ajaran Protestantisme, namun juga dengan ajaran-ajaran Pencerahan
dan Modernisme mengenai hakikat pribadi manusia, negara, dan moralitas.
Dengan terjadinya
Revolusi Industri,
dan meningkatnya keprihatinan akan kondisi-kondisi para buruh urban,
Paus-Paus abad ke-19 dan ke-20 mengeluarkan ensiklik-ensiklik
(teristimewa
Rerum Novarum) yang memaparkan
Ajaran Sosial Katolik.
Konsili Vatikan Pertama (1869–1870) menegaskan doktrin infabilitas kepausan yang diyakini umat Katolik sebagai kontinuitas dengan sejarah
Supremasi Petrus dalam Gereja.
Reformasi Konsili Vatikan Kedua
Gereja Katolik melakukan salah satu dari perubahan-perubahan paling menyeluruh dalam sejarahnya selama
Konsili Vatikan II
(1962-1965) dan dasawarsa sesudahnya. Gereja Katolik, lebih dari pada
sebelumnya, menekankan apa yang dipandangnya positif ketimbang apa yang
dipandangnya negatif dalam komunitas-komunitas Kristiani lain, dalam
agama-agama lain, dan dalam aspirasi-aspirasi umat manusia pada umumnya.
Gereja mendorong pembaharuan yang mutakhir atas kehidupan religius. Dan
Gereja memberi wewenang kepada konferensi-konferensi waligereja untuk
melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam disiplin-disiplin misalnya
berpantang daging pada hari Jumat.
Konsili Vatikan II (1962–1965) yang diperhimpunkan oleh
Paus Yohanes XXIII, terutama sebagai suatu konsili pastoral namun otoritatif,
[66]
untuk membuat ajaran-ajaran historis Gereja Katolik menjadi jelas bagi
dunia modern. Konsili ini mengeluarkan dokumen-dokumen mengenai sejumlah
topik, termasuk hakikat Gereja, misi awam, dan kebebasan beragama.
Konsili ini juga mengeluarkan pengarahan-pengarahan bagi revisi liturgi,
termasuk izin bagi
ritus liturgi Latin untuk menggunakan bahasa setempat di samping
Bahasa Latin dalam Misa dan sakramen-sakramen lainnya.
[67]
Liturgi
Gereja Katolik secara mendasar bersifat liturgis dalam
peribadatannya. Liturgi berasal dari kata Yunani yang artinya "pekerjaan
masyarakat."
Konsili Vatikan II
menyatakan "karena liturgi, yang melaluinya karya penebusan kita
terselesaikan,' terutama dalam kurban ilahi Ekaristi, merupakan
sarana-sarana terbaik bagi umat beriman untuk dapat mengekspresikan
dalam kehidupannya, dan memanifestasikan bagi sesama, misteri Kristus
dan hakikat sejati dari Gereja yang benar."
[68]
Sakramen
Katekismus Gereja Katolik, 1131
mengajarkan: "Sakramen-sakramen adalah tanda-tanda yang berfaedah dari
rahmat, yang dilembagakan oleh Kristus dan dipercayakan kepada Gereja,
yang dengannya kehidupan ilahi disalurkan bagi kita. Ritus-ritus yang
terlihat yang dengannya sakramen-sakramen dirayakan menandai dan
menghadirkan rahmat-rahmat sesuai dengan tiap sakramen.
Sakramen-sakramen berbuah dalam diri mereka yang menerimanya dalam
keadaan yang seharusnya."
Ketujuh sakramen adalah:
Kehidupan devosional Gereja Katolik
Selain sakramen-sakramen, yang dilembagakan oleh Yesus, terdapat pula
banyak sakramental, yaitu tanda-tanda suci (upacara-upacara atau
benda-benda) yang beroleh kuasa dari doa Gereja. Sakramental-sakramental
melibatkan doa dengan tanda salib atau tanda-tanda lainnya.
Contoh-contoh penting adalah pemberkatan-pemberkatan (yang didalamnya
diangkat pujian bagi Allah dan memohon karunia-karunia-Nya), konsekrasi
orang-orang, dan penyucian benda-benda yang digunakan untuk menyembah
Allah. Devosi-devosi populer bukan bagian dari liturgi, namun jika
dinilai otentik, maka didukung oleh Gereja. Devosi-devosi mencakup
penghormatan relikwi-relikwi orang-orang kudus, kunjungan-kunjungan ke
tempat-tempat suci, ziarah-ziarah, perarakan-perarakan (termasuk
perarakan Sakramen Maha Kudus), ibadat jalan salib,
ibadat harian, Penyembahan Sakramen Maha Kudus, Pemberkatan Sakramen Maha Kudus, dan
Doa Rosario.
Doa pribadi
Selain itu, banyaknya varietas dari spiritualitas Katolik
memungkinkan umat Katolik untuk berdoa sendiri dengan berbagai macam
cara. Bagian ke-4 dan terakhir dari Katekismus meringkas tanggapan
Katolik terhadap misteri iman: "Oleh sebab itu, misteri ini,
mengharuskan supaya umat beriman meyakininya, supaya mereka
merayakannya, dan supaya mereka hidup darinya dalam suatu hubungan yang
bersifat vital dan pribadi dengan Allah yang hidup dan sejati. Hubungan
itu adalah doa."
[70]
Gereja partikular dalam Gereja Katolik
St. Efrem dari Syria, dihormati oleh umat
Maronit, yang senantiasa berada dalam
persekutuan dengan Roma.
Tidak seperti "persekutuan" atau "serikat" Gereja-Gereja yang
terbentuk oleh saling pengakuan antar badan-badan gerejawi yang
berbeda-beda, Gereja Katolik menganggap dirinya sebagai sebuah Gereja
tunggal ("satu Tubuh") yang terbentuk dari sejumlah besar
Gereja-Gereja partikular,
yang masing-masing merupakan perwujudan dari Gereja Katolik yang esa.
Gereja universal, diyakini merupakan "suatu realita yang secara
ontologis dan temporal mendahului setiap Gereja Partikular secara
individu."
[71]
Meskipun demikian, Gereja Katolik menekankan pentingnya Gereja-Gereja
partikular di dalamnya, yang arti signifikansi teologisnya diulas dalam
Konsili Vatikan Kedua. Dibedakan dua penggunaan istilah
Gereja partikular.
-
-
Hubungan dengan umat Kristiani lainnya
Meskipun mengaku sebagai Gereja yang didirikan oleh Yesus, Gereja
Katolik mengakui bahwa banyak unsur-unsur keselamatan dalam Injil
terdapat pula di dalam Gereja-Gereja dan komunitas-komunitas gerejawi
lainnya. Dokumen
Konsili Vatikan II,
Lumen Gentium
mengajarkan bahwa "Gereja Kristus yang esa yang dalam kredo dimaklumkan
sebagai "yang satu, kudus, katolik dan apostolik..." terdapat dalam
(Lumen Gentium menggunakan kata Latin "Subsistit in") Gereja Katolik,
yang dipimpin oleh penerus Petrus dan oleh para uskup dalam persekutuan
dengan beliau, meskipun banyak unsur-unsur pengudusan dan kebenaran
terdapat di luar dari strukturnya yang tampak.
[72] Dengan demikian, dokumen tersebut meneguhkan doktrin
Extra Ecclesiam Nulla Salus[73] (tidak ada keselamatan di luar Gereja).
Sejak Konsili Vatikan II, Gereja Katolik telah menjangkau badan-badan
Kristiani, mengusahakan rekonsiliasi yang semaksimal mungkin.
Kesepakatan-kesepakatan penting telah dicapai mengenai Pembaptisan,
Pelayanan, dan Ekaristi bersama para teolog Anglikan. Dengan badan-badan
Lutheran telah dicapai kesepakatan serupa mengenai teologi pembenaran
(justifikasi). Dokumen-dokumen penting ini telah makin mempererat ikatan
persaudaraan dengan komunitas-komunitas gerejawi tersebut. Meskipun
demikian, perkembangan-perkembangan terbaru, semisal pentahbisan wanita
dan penerimaan terhadap pasangan homoseksual, menghadirkan
hambatan-hambatan baru bagi rekonsiliasi dengan
Gereja Lutheran, Gereja-Gereja Reformasi, dan khususnya
Gereja Anglikan, .
Konsekuensinya, pada beberapa tahun terakhir, Gereja katolik memusatkan upayanya pada rekonsiliasi dengan
Gereja-Gereja Ortodoks Timur,
yang perbedaan teologisnya dengan Gereja Katolik tidaklah sedemikian
besar. Hubungan-hubungan dengan Gereja-Gereja Ortodoks Rusia mengalami
keretakan pada tahun 1990-an sehubungan dengan masalah-masalah properti
di negara-negara bekas Uni soviet, masalah-masalah tersebut belum
terselesaikan (khususnya paroki-paroki milik
Gereja Katolik-Yunani Ukraina), sekalipun hubungan-hubungan persaudaraan dengan Gereja-Gereja Timur lainnya terus mengalami kemajuan.
Struktur hirarkis Gereja Katolik
Gereja Katolik memiliki sebuah struktur hirarkis, yang artinya sebuah
urutan suci (bertolak belakang dengan struktur karismatis). Sifat
hirarkis ini diterapkan dalam keseluruhan Gereja Katolik, meskipun
sering dikaitkan hanya dengan para pelayan Gereja yang tertahbis, yang
tergabung dalam salah satu dari tiga jenjang imamat suci:
episkopat (para uskup),
presbiterat (para imam), atau
diakonat (para diakon).
Episkopat (jabatan uskup)
Para uskup, yang memiliki kepenuhan imamat Kristiani, merupakan sebuah badan Dewan Uskup, para penerus para
Rasul [74]
dan merupakan "para Gembala yang ditugaskan dalam Gereja, untuk menjadi
para pengajar doktrin, para imam dalam peribadatan suci dan para
pengurus dalam pemerintahan."
[75]
Sri Paus, para kardinal, patriark, primat,
uskup agung dan metropolitan semuanya adalah uskup dan anggota dari episkopat atau kolega para uskup Gereja Katolik.
Presbiterat (jabatan presbiter/imam)
St. Yohanes Maria Vianney, seorang imam praja
yang masyhur karena hidupnya yang suci dan pelayanannya sebagai seorang
konfesor (pendengar pengakuan dosa)
Para uskup dibantu oleh para
imam dan
diakon.
Paroki-paroki,
baik yang berbasis teritorial maupun orang, dalam sebuah keuskupan
biasanya dipimpin oleh seorang imam yang dikenal sebagai imam paroki
atau
pastor.
Para imam dapat menjalankan banyak fungsi yang tidak langsung
berkaitan dengan aktivitas pastoral biasa, seperti studi, penelitian,
mengajar atau pekerjaan kantor. Mereka juga dapat menjadi
rektor kapelan (imam pada lembaga tertentu misalnya dalam kemiliteran atau universitas), konfesor, kepala
biara, atau dekan Katedral.
Dalam peraturan
Ritus Latin, hanya pria selibat yang ditahbiskan menjadi imam, sedangkan dalam peraturan
Ritus Timur, pria yang sudah menikah dapat pula ditahbiskan. Di antara Gereja-Gereja partikular Ritus Timur,
Gereja Katolik Ethiopia
hanya menahbiskan pria yang hidup selibat, namun juga memiliki
imam-imam yang telah menikah yang dulunya ditahbiskan dalan Gereja
Ortodoks. Gereja-Gereja Katolik Timur lainnya, yang menahbiskan pria
yang sudah menikah, di beberapa negara misalnya di
Amerika Serikat,
tidak memiliki imam yang menikah. Ritus Barat atau Latin kadang-kadang,
namun sangat jarang, menahbiskan pria-pria yang sudah menikah, biasanya
mereka adalah klerus Protestan yang beralih menjadi Katolik. Semua
ritus
Gereja Katolik memelihara tradisi kuno yakni tidak mengizinkan
pernikahan setelah pentahbisan. Bahkan jika isteri seorang imam yang
menikah meninggal dunia, maka imam tersebut tidak boleh menikah lagi.
Diakonat (jabatan diakon)
Artikel utama untuk bagian ini adalah:
Diakon
Sejak
Konsili Vatikan Kedua,
Gereja Latin kembali menerima pria dewasa yang beristri untuk
ditahbiskan menjadi Diakon. "Para diakon ditahbiskan sebagai suatu tanda
sakramental bagi Gereja dan bagi dunia milik Kristus, yang datang
'untuk melayani dan bukan untuk dilayani.' Seluruh Gereja dipanggil oleh
Kristus untuk melayani, dan diakon, karena tahbisan sakramentalnya dan
melalui berbagai pelayanannya, menjadi seorang pelayan dalam
Gereja-pelayan. Sebagai pelayan Sabda, para diakon memberitakan Injil,
berkhotbah, dan mengajar dalam nama Gereja. Sebagai pelayan Sakramen,
diakon membaptis, memimpin umat beriman dalam doa, menjadi saksi
pernikahan, melaksanakan ibadat kematian dan pemakaman. Sebagai pelayan
amal-kasih, diakon merupakan pemimpin dalam hal mengenali
kebutuhan-kebutuhan orang lain, kemudian menggunakan sumber-sumber daya
Gereja untuk menutupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Para diakon juga
dibaktikan bagi penghapusan ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang
menimbulkan kebutuhan-kebutuhan tersebut."
[76]
Para kandidat untuk diakonat menjalani suatu program formasi diakonal
yang dirancang berdasarkan kebutuhan-kebutuhan mutakhir keuskupan
mereka tetapi harus mencapai standar-standar minimum yang ditetapkan
oleh konferensi waligereja di negara asal mereka. Setelah menyelesaikan
program formasi mereka dan memperoleh persetujuan dari uskup setempat,
para kandidat menerima sakramen imamat melalui pentahbisan. Umumnya,
setelah ditahbiskan, seorang diakon ditempatkan oleh uskupnya pada
sebuah paroki lokal di mana dia akan menjalankan pelayanannya dan
melayani Gereja dan komunitas lokal tersebut.
Keanggotaan Gereja Katolik
Menurut
Hukum Kanon,
seseorang menjadi anggota Gereja Katolik dengan cara dibaptis dalam
Gereja Katolik atau dengan cara diterima ke dalam Gereja Katolik (dengan
membuat suatu pernyataan iman, jika yang bersangkutan telah dibaptis).
[77]
Apabila atas kemauan sendiri seseorang hendak memutuskan ikatan
yuridis dengan Gereja Katolik, maka disyaratkan adanya suatu tindakan
formal secara tertulis di hadapan Pejabat Gereja setempat atau imam
paroki dari yang bersangkutan, yang akan menilai apakah tindakan
tersebut tergolong murtad, bidaah atau skisma; tanpa tindakan keluar
secara resmi ini, "bidaah (baik formal maupun material), skisma dan
murtad tidak dengan sendirinya merupakan suatu tindakan keluar secara
resmi, jika tidak secara eksternal diwujudnyatakan dan dimanifestasikan
kepada otoritas gerejawi dengan cara-cara yang disyaratkan."
[78]
Mereka yang tidak melakukan tindakan ini dianggap masih terikat
dengan Gereja Katolik dan "terus terikat oleh hukum-hukum gerejawi
belaka." Seseorang yang keluar dari keanggotaan Gereja Katolik dapat
diterima kembali di kemudian hari, setelah yang bersangkutan membuat
suatu pernyataan iman.
Peranan Gereja Katolik dalam peradaban
Doktrin Gereja Dan ilmu pengetahuan
Para ahli sejarah ilmu pengetahuan, termasuk yang bukan beragama Katolik seperti J.L. Heilbron,
[79] Alistair Cameron Crombie, David C Lindberg,
[80] Edward Grant, Thomas Goldstein,
[81]
dan Ted Davis, berpendapat bahwa Gereja Katolik memiliki pengaruh
positif yang penting terhadap perkembangan peradaban. Mereka yakin
bahwa, bukan saja para biarawanlah yang menyelamatkan dan membudidayakan
sisa-sisa dari peradaban kuno selama invasi-invasi kaum barbar,
melainkan juga bahwasanya Gereja Katoliklah yang mendorong pembelajaran
dan ilmu pengetahuan melalui dukungannya terhadap banyak
universitas
yang, di bawah kepemimpinannya, bertumbuh cepat di Eropa pada abad
ke-11 dan ke-12. St. Thomas Aquinas, "teolog model" Gereja Katolik,
tidak saja berpendapat bahwa akal budi itu bersesuaian dengan iman,
beliau bahkan mengakui bahwa akal budi dapat berkontribusi bagi
pemahaman wahyu Illahi, dan dengan demikian mendorong perkembangan
intelektual.
[82] Para imam-ilmuwan Gereja Katolik, yang kebanyakan adalah para Yesuit, dan yang merupakan para pelopor dalam ilmu
astronomi,
genetika, geomagnetisme,
meteorologi,
seismologi,
and fisika matahari, menjadi "bapak-bapak" ilmu-ilmu pengetahuan
tersebut. Perlu kiranya untuk disebutkan di sini, nama-nama para
rohaniwan Katolik semisal Abbas Ordo St. Agustinus
Gregor Mendel (pelopor dalam studi genetika) dan pastur Belgia Georges Lemaître (orang pertama yang mengedepankan teori
Big Bang).
Sebuah peta
universitas-universitas abad pertengahan memperlihatkan universitas-universitas yang didirikan Gereja Katolik di Eropa.
Kenyataan ini merupakan suatu kebalikan dari pandangan yang dipertahankan oleh beberapa
filsuf abad pencerahan, bahwa doktrin-doktrin Gereja Katolik bersifat tahayul dan menghalang-halangi kemajuan peradaban.
Salah satu contoh terkenal yang diajukan oleh para kritikus tersebut adalah
Galileo Galilei,
yang pada tahun 1633, dikutuk karena berpegang teguh pada ajaran jagad
raya yang heliosentris (jagad raya berpusat pada matahari), teori yang
pertama kali dicetuskan oleh
Nicolaus Copernicus,
seorang imam Katolik. Setelah bertahun-tahun diinvestigasi,
berkonsultasi dengan Paus, berjanji kemudian dilanggar oleh Galileo
sendiri, dan akhirnya suatu pengadilan oleh Tribunal Inkuisisi Romawi
dan Universal, Galileo didapati "dituduh sebagai bidaah" - bukan bidaah,
sebagaimana yang seringkali secara keliru disebut-sebut. Meskipun ilmu
pengetahuan modern membuktikan bahwa dua dari empat thesis ilmiah yang
dikedepankan oleh Galileo sebenarnya keliru, yakni bahwasanya Matahari
adalah pusat
jagad raya, dan bahwasanya
Bumi mengitari
Matahari dalam
orbit berbentuk
lingkaran sempurna,
Paus Yohanes Paulus II
secara terbuka mengungkapkan penyesalan atas tindakan-tindakan
orang-orang Katolik yang memperlakukan Galileo dengan buruk dalam
pengadilan pada tanggal
31 Oktober 1992.
[83] Sebuah abstraksi dari tindakan-tindakan dalam proses pengadilan terhadap Galileo dapat dijumpai di
Arsip Rahasia Vatikan (
Vatican Secret Archives), yang mereproduksi sebahagian arsip tersebut dalam situs
web-nya.
Kardinal John Henry Newman, pada abad ke-19, berkata bahwa orang-orang
yang menyerang Gereja Katolik hanya mampu menunjukkan kasus Galileo,
yang bagi banyak sejarawan tidaklah membuktikan adanya oposisi Gereja
terhadap
ilmu pengetahuan karena justru banyak rohaniwan Katolik pada masa itu yang didorong oleh Gereja untuk meneruskan penelitian mereka.
[84]
Saat ini, Gereja Katolik telah dikritik karena ajarannya bahwa penelitian
sel induk embrio
manusia (embryonic stem cell research) merupakan suatu bentuk dari
eksperimentasi pada manusia, dan mengakibatkan pembunuhan seorang
manusia, dengan alasan bahwa ajaran ini menghalangi penelitian ilmiah.
Gereja Katolik sebaliknya berpendapat bahwa kemajuan dalam ilmu
pengobatan dapat terjadi tanpa perlu ada penghancuran manusia (yang
masih dalam tahap kehidupan embrio); misalnya, dengan menggunakan sel
induk dewasa (adult stem cell) atau sel induk tali pusat (umbilical stem
cell) sebagai ganti sel induk embrio.
Gereja, seni, dan karya sastra
Beberapa ahli sejarah menilai Gereja Katolik berjasa atas
kegemilangan dan keagungan seni Barat. Mereka mengacu pada perlawanan
gereja terhadap ikonoklasme (suatu gerakan yang menentang penggambaran
visual dari yang ilahi), kegigihan Gereja dalam membangun gedung-gedung
yang mendukung peribadatan, kutipan ayat Alkitab oleh
Agustinus dari Hippo - dari
Kitab Kebijaksanaan
11:20 (Allah "menyuruh segala sesuatu diukur, dihitung, dan ditimbang")
yang menuntun kepada konstruksi-konstruksi geometris dari arsitektur
Gothik, sistem-sistem ilmiah yang koheren dari kaum Skolastik yang disebut
Summa Theologiae yang memengaruhi tulisan-tulisan yang konsisten secara ilmiah dari
Dante Alighieri,
teologi penciptaan dan sakramental Gereja yang telah mengembangkan
suatu imajinasi Katolik yang memengaruhi para penulis seperti
J. R. R. Tolkien[85],
C.S. Lewis, dan
William Shakespeare,
[86] dan akhirnya, perlindungan yang diberikan para paus di masa Renaissance bagi karya-karya agung para seniman Katolik seperti
Michelangelo,
Raphael,
Bernini, Borromini, dan
Leonardo da Vinci.
Gereja dan perkembangan ekonomi
Francisco de Vitoria, seorang murid dari
Thomas Aquinas dan seorang pemikir Katolik yang mempelajari hal-hal seputar hak-hak azasi manusia dari rakyat pribumi jajahan, diakui
Perserikatan Bangsa-Bangsa
sebagai seorang Bapak hukum internasional, dan kini juga diakui oleh
para ahli sejarah ekonomi dan demokrasi sebagai cahaya terdepan bagi
demokrasi Barat dan percepatan ekonomi.
[87]
Joseph Schumpeter, seorang ahli ekonomi dari abad ke-20, menunjuk
pada kaum skolastik, ketika menulis bahwa, "merekalah yang paling layak
lebih dari kelompok manapun juga untuk disebut sebagai ‘pendiri’ ilmu
ekonomi yang ilmiah."
[88]
Ahli-ahli ekonomi dan sejarah lainnya, seperti Raymond de Roover,
Marjorie Grice-Hutchinson, dan Alejandro Chafuen, juga telah
mengeluarkan pernyataan serupa. Sejarawan Paul Legutko dari
Universitas Stanford
mengatakan bahwa Gereja Katolik "berada pada pusat perkembangan
nilai-nilai, gagasan-gagasan, ilmu pengetahuan, hukum, dan
lembaga-lembaga yang membentuk apa yang kita sebut peradaban Barat."
[89]
Keadilan sosial, keperawatan, dan sistem rumah sakit
Ahli sejarah rumah sakit, Guenter Risse, berujar bahwa Gereja Katolik
mempelopori perkembangan suatu sistem rumah sakit yang ditujukan bagi
kaum tersisih.
Menurut ahli sejarah rumah sakit, Guenter Risse, Gereja Katolik telah
memberi sumbangsih bagi masyarakat melalui doktrin sosialnya (ajaran
sosial Gereja) yang telah menuntun para pemimpin untuk mempromosikan
keadilan sosial dan dengan membentuk sistem rumah sakit di Eropa abad
pertengahan, yakni suatu sistem yang berbeda dengan keramah-tamahan dari
masyarakat Yunani dan kewajiban-kewajiban berasaskan keluarga dari
masyarakat Romawi. Rumah-rumah sakit tersebut didirikan untuk
menyediakan pelayanan bagi kelompok masyarakat tertentu yang tersisihkan
akibat kemiskinan, penyakit, dan usia lanjut."
[90]
James Joseph Walsh menulis tentang kontribusi Gereja Katolik bagi sistem rumah sakit, sebagai berikut:
Selama abad ke-13 sejumlah besar rumah-rumah sakit [ini] didirikan.
Kota-kota Italia merupakan pemimpin-pemimpin dari gerakan itu. Milan
memiliki tidak kurang dari selusin rumah sakit dan Florence sebelum
akhir abad ke-14 memiliki sekitar 30 rumah sakit. Beberapa diantaranya
merupakan bangunan-bangunan yang sangat indah. Di Milan sebagian dari
bangunan rumah sakit umum dirancang oleh Donato Bramante dan sebagiannya
lagi dirancang oleh Michelangelo. Rumah sakit kaum tak berdosa
di Florence untuk menampung anak-anak terlantar merupakan sebuah
permata arsitektur. Rumah sakit di Sienna, yang didirikan sebagai
penghormatan kepada Santa Katerina dari Siena, sejak semula sudah tersohor. Di seluruh Eropa gerakan rumah sakit ini menyebar di mana-mana. Virchow,
Pathologis besar dari Jerman, dalam sebuah artikel mengenai rumah-rumah
sakit, menunjukkan bahwa tiap kota di Jerman yang berpenduduk 5000 jiwa
memiliki rumah sakit. Ia menelusuri gerakan rumah sakit ini sampai
kepada Paus Innosentius III,
dan meskipun bukan seorang pendukung kepausan, Virchow tanpa ragu-ragu
memberikan pujian tertinggi bagi Paus tersebut untuk segala sesuatu yang
telah dilakukannya demi kebaikan anak-anak dan umat manusia yang
menderita.[91]
Keindahan dan efisiensi rumah-rumah sakit Italia bahkan mengilhami
sebagian orang yang justru mengkritik Gereja Katolik. Sejarawan Jerman
Ludwig von Pastor mengutip kembali kata-kata
Martin Luther
yang, tatkala melakukan perjalanan ke Roma saat musim dingin tahun
1510-1511, berkesempatan mengunjungi beberapa dari rumah-rumah sakit
tersebut:
Di Italia, menurutnya, rumah-rumah sakit didirikan dengan megah, dan
sungguh mengagumkan bahwa rumah-rumah sakit itu diperlengkapi dengan
makanan dan minuman yang sangat baik, perhatian yang seksama dan
tabib-tabib yang terpelajar. Tempat-tempat tidur dan perlengkapan tempat
tidurnya bersih, dan dinding-dinding ditutupi dengan lukisan-lukisan.
Bilamana seorang pasien dibawa masuk, pakaian-pakaiannya dilepaskan di
hadapan seorang notaris yang menginventarisirnya dengan cermat, kemudian
pakaian-pakaian itu disimpan dengan aman. Sehelai smock (jubah
pasien) putih dikenakan padanya dan ia dibaringkan di atas sebuah dipan
yang nyaman, dialasi linen yang bersih. Ada dua orang dokter yang
mendatanginya, dan para pelayan membawakannya makanan dan minuman dalam
gelas-gelas yang bersih, yang memperlihatkan padanya segala perhatian
yang dapat diberikan.[92]
Gereja Katolik sebagai
opus proprium, sebut Benediktus XVI dalam
Deus Caritas Est,
telah melaksanakan selama berabad-abad sejak awal mulanya dan terus
melaksanakan berbagai pelayanan kasih — antara lain, rumah-rumah-sakit,
sekolah-sekolah, dan program-program pemberantasan kemiskinan.
Kritik terhadap Gereja Katolik Roma
Skandal pelecehan seksual
Pada tahun 2002,
Amerika Serikat
dihebohkan oleh suatu skandal besar ketika serangkaian tuntutan,
disertai bukti-bukti pendukung, ditujukan kepada para imam yang
melakukan tindakan pelecehan secara seksual terhadap anak-anak sepanjang
beberapa dasawarsa. Yang makin memparah keadaan adalah terungkapnya
kenyataan bahwa Gereja mengetahui beberapa dari imam-imam pelaku
pelecehan tersebut, dan pada mulanya memperlakukan mereka dengan cara
menyangkal mengetahui kejahatan yang mereka lakukan dan memindahtugaskan
mereka dari satu jemaat ke jemaat lain dari pada menindaki mereka.
Skandal yang menjadi penyebab pengunduran diri Kardinal Bernard Law dari
Keuskupan Agung Boston itu, merupakan pukulan yang menghancurkan citra
Gereja di mata publik — Dalam salah satu
survey sesudah
mencuatnya skandal tersebut 64% dari responden setuju bahwa kebanyakan
imam Katolik "kerap melakukan pelecehan terhadap anak-anak" (data
mengindikasikan bahwa hanya 1,5-1,8% imam Katolik yang benar-benar telah
dituntut karena melakukan pelecehan terhadap anak-anak.
[93]).
Catholic News Service melaporkan:
Sekitar 4 persen dari para imam A.S. yang bekerja sejak tahun 1950
sampai 2002 dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah
umur, menurut studi nasional komprehensif menyangkut isu tersebut. Studi
tersebut mengatakan bahwa 4.392 rohaniwan—hampir semuanya imam—dituduh
melakukan pelecehan terhadap 10.667 orang. 75 persen dari
insiden-insiden tersebut terjadi antara tahun 1960 dan 1984. Menurut
studi tersebut, dalam kurun waktu yang sama terdapat 109.694 imam.
Menurut studi yang telah dilakukan John Jay College of Criminal Justice di New York, biaya-biaya (cost)
sehubungan dengan pelecehan seksual berjumlah total $573 juta. $219
juta dari jumlah itu ditalangi oleh perusahaan-perusahaan asuransi.
Studi tersebut menyusun daftar karakteristik-karakteristik utama dari
insiden-insiden pelecehan seksual yang telah dilaporkan. Termasuk
didalamnya: -- Sebagian besar korban, yakni 81 persen, berjenis kelamin
laki-laki. Korban paling lemah adalah anak-anak lelaki berusia 11 sampai
14 tahun, mewakili lebih dari 40 persen dari jumlah korban. Kenyataan
ini melawan trend dalam masyarakat A.S. secara umum di mana masalah utama adalah pria dewasa mencabuli anak-anak perempuan.[94]
Kasus-kasus serupa telah muncul di negara-negara lain. Di Irlandia,
sejumlah kasus pelecehan seksual yang mencuat pada anak-anak yang
dilakukan oleh para imam dan biarawan Katolik, seperti yang dialami
Andrew Madden, telah sangat memperlemah pengaruh Gereja pada beberapa
tahun terakhir.
Sejak tahun 2001, kewenangan atas penyelesaian masalah pelecehan
seksual yang dilakukan oleh klerus tidak lagi berada dalam kompetensi
dari uskup setempat, akan tetapi diambil alih oleh Kongregasi Ajaran
Iman di Roma, sesuai dengan isi Surat Apostolik Paus Yohanes Paulus II
Sacramentorum sanctitatis tutela serta
aturan-aturan pelengkapnya (kedua dokumen dalam Bahasa Latin). Di bawah
Hukum Kanonik
Gereja tahun 1983 klerus yang melakukan pelecehan seksual terhadap
seorang anak di bawah umur dapat dikenai hukuman pencopotan status
klerus ("laisisasi").
[95]
Catatan kaki
- ^ "Concise Oxford English Dictionary" (online version). Oxford University Press. 2005. Diakses 10 April 2009.
- ^ Marthaler, Berard (1993). "The Creed". Twenty-Third Publications. Diakses 9 May 2008. hal. 303
- ^ a b McBrien, Richard (2008). The Church. Harper Collins. hal. xvii. Versi online tersedia di sini. Kutipan: Penggunaan
adjektiva "Katolik" sebagai tambahan pada kata "Gereja" bersifat
divisif hanya sesudah Skisma Timur-Barat ... dan Reformasi Protestan ...
Dalam kasus pertama, pihak Barat mengklaim untuk dirinya gelar Gereja
Katolik, sedangkan pihak Timur menggunakan nama Gereja Ortodoks yang
Kudus. Dalam kasus kedua, pihak yang berada dalam persekutuan dengan
Uskup Roma mempertahankan adjektiva "Katolik", sedangkan gereja-gereja
yang memutuskan hubungan dengan Kepausan disebut Protestan.
- ^ Libreria Editrice Vaticana (2003). "Katekismus Gereja Katolik." Diakses pada: 2009-05-01.
- ^ Vatikan. Dokumen-dokumen Konsili Vatikan II. Diakses pada: 2009-05-04. Perhatian: Tanda tangan Paus tampak dalam cersi Latinnya.
- ^ Declaration on Christian Formation, diterbitkan oleh Konferensi Waligereja Amerika Serikat, Washington DC 1965, halaman 13
- ^ Whitehead, Kenneth (1996). ""How Did the Catholic Church Get Her Name?" Eternal Word Television Network. Diakses pada 9 Mei 2008.
- ^ Contoh: 1977 Persetujuan dengan Uskup Agung Donald Coggan dari Canterbury
- ^ Walsh, Michael (2005). Roman Catholicism. Routledge. hal. 19. Versi online tersedia di sini
- ^ Beal, John (2002). "New Commentary on the Code of Canon Law". Paulist Press. Diakses 13 May 2008. hal. 468
- ^ The New Catholic Encyclopedia
menyatakan: "Ada sebuah aspek yang lebih jauh mengenai istilah Katolik
Roma yang perlu difahami. Gereja Roma dapat digunakan untuk menyebut,
bukan Gereja universal yang memiliki seorang primat yakni Uskup Roma,
melainkan untuk menyebut Gereja lokal di Roma, yang memiliki
keistimewaan karena uskupnya juga menjabat sebagai primat bagi seluruh
Gereja."
- ^ "Number of Catholics and Priests Rises". Zenit News Agency. 12 Februari 2007. Diakses 21 Februari 2008.
- ^ "CIA World Factbook". United States Government Central Intelligence Agency. 2009. Diakses 6 Juli 2009.
- ^ "Major Branches of Religions Ranked by Number of Adherents". adherents.com. Diakses 2009-07-05.
- ^ Schreck, hal. 158–159.
- ^ a b Paulus VI, Paus (1964). "Lumen Gentium bab 3, bagian 22". Vatikan. Diakses 9 Maret 2008.
- ^ Hukum Kanon, kanon 331 dan 336
- ^ Teaching with Authority, oleh Richard R. Gaillardetz, hal. 57
- ^ Schreck, hal. 153.
- ^ Barry, hal. 50–51.
- ^ Barry, hal. 98–99.
- ^ Wilken,
hal. 281, kutipan: "Beberapa (Komunitas Kristiani) didirikan oleh
Petrus, murid yang ditetapkan Yesus sebagai pendiri GerejaNya. ...
Begitu kedudukan tersebut terlembagakan, para sejarawan meninjau kembali
dan mengakui Petrus sebagai paus pertama Gereja Kristen di Roma"
- ^ a b Schreck, hal. 152.
- ^ Barry, hal. 37, hal. 43–44.
- ^ (Mat. 16:18–19)
- ^ (Yoh. 16:12–13)
- ^ O'Collins, hal. v (pengantar).
- ^ Orlandis, pengantar
- ^ Konsili Vatikan, Kedua (1964). "Lumen Gentium paragraf 14". Vatikan. Diakses 17 December 2008.
- ^ Paragraf nomor 846 (1994). "Katekismus Gereja Katolik". Libreria Editrice Vaticana. Diakses 27 Desember 2008.
- ^ Paragraf nomor 819 (1994). "Katekismus Gereja Katolik". Libreria Editrice Vaticana. Diakses 16 Mei 2009.
- ^ a b Kreeft, hal. 110–112.
- ^ Shorto, Russel (8 April 2007). "Keeping the Faith". The New York Times. Diakses 29 Maret 2008.
- ^ Kreeft, hal. 17.
- ^ Marthaler, kata pengantar
- ^ Yohanes Paulus II, Paus (1997). "Laetamur Magnopere". Vatikan. Diakses 9 Maret 2008.
- ^ Richardson, hal. 132.
- ^ Langan, hal. 118.
- ^ Parry, hal. 292.
- ^ Collinson, hal. 254–260.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama McManners371
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama McManners37
- ^ Duffy, hal. 275, hal. 281.
- ^ a b Schreck, hal. 15–19.
- ^ Brodd, Jefferey (2003). World Religions. Winona, MN: Saint Mary's Press. ISBN 978-0-88489-725-5.
- ^ a b Schreck, hal. 21.
- ^ Schreck, hal. 23.
- ^ Schreck, hal. 30.
- ^ Paragraf nnomor 1131 (1994). "Katekismus Gereja Katolik". Libreria Editrice Vaticana. Diakses 8 Februari 2008.
- ^ Kreeft, hal. 298–299.
- ^ Mongoven, hal. 68.
- ^ Roma 1:20
- ^ Roma 5:12
- ^ Efesus 1:22-23; cf. Roma 12:4-5
- ^ Katekismus Gereja Katolik, 2331–2400
- ^ Katekismus Gereja Katolik, 1015
- ^ "Humanae Vitae, no. 11"
- ^ "Catechism of the Catholic Church". Diakses 1 Januari 2007.
"881. Tuhan hanya mengangkat Simon, yang dinamainya Petrus, "batu
karang" Gereja-Nya. Ia memberikan kepadanya kunci Gereja-Nya dan
menjadikannya gembala dari seluruh kawanan dombanya. 'Jabatan untuk
mengikat dan melepaskan yang diberikan kepada Petrus juga diberikan
kepada kumpulan para rasul yang dipersatukan dalam kepemimpinannya.'
Jabatan pastoral Petrus adn para rasul lainnya ini merupakan dasar
Gereja dan dilanjutkan oleh para uskup di bawah keutamaan Paus."
- ^ Ignatius dari Antiokia. "Letter to the Smyrnaeans". para. 8.
- ^ "The Authority of the Pope: Part I". Catholic Answers.
Primacy of the Apostolic See, Corunum Catholic Apologetic Web Page, diakses 30 Nov. 2006
- ^ Ware, Kallistos. "The Great Schism". The Orthodox Church. Diakses 2006-12-02.
"Gereja Timur mengakui Paus sebagai uskup yang pertama di dalam Gereja,
tetapi menganggapnya sebagai yang pertama di antara yang sederajat."
- ^ 2 Korintus 11:13-15; 2 Petrus 2:1-17; 2 Yohanes 7-11; Yudas 4-13
- ^ Kisah 15:1-2
- ^ "It
is our desire that all the various nations which are subject to our
clemency and moderation should continue to the profession of that
religion which was delivered to the Romans by the divine Apostle Peter,
as it has been preserved by faithful tradition and which is now
professed by the Pontiff Damasus and by Peter, Bishop of Alexandria, a
man of apostolic holiness. ... We authorize the followers of this law to
assume the title Catholic Christians; but as for the others, since in
our judgment they are foolish madmen, we decree that they shall be
branded with the ignominious name of heretics, and shall not presume to
give their conventicles the name of churches." Halsall, Paul (June 1997). "Theodosian Code XVI.i.2". Medieval Sourcebook: Banning of Other Religions. Fordham University.
- ^ MacCulloch, Diarmaid (2003). The Reformation: A History. Penguin Group. hlm. 412. ISBN 978-0-7139-9370-7.; MacCulloch adds "admittedly, that might not have been much consolation to those burned at the stake."; see also Kamen, Henry (1999). The Spanish Inquisition: A Historical Revision. Yale University Press. hlm. 59–60, 189–90, 203, 301. ISBN 0-300-07880-3.
- ^ "In
view of the pastoral nature of the Council, it avoided any
extraordinary statement of dogmas that would be endowed with the note of
infallibility, but it still provided its teaching with the authority of
the supreme ordinary Magisterium. This ordinary Magisterium, which is
so obviously official, has to be accepted with docility, and sincerity
by all the faithful, in accordance with the mind of the Council on the
nature and aims of the individual documents" (Paus Paulus VI, atGeneral Audience of 12 Januari 1966
- ^ "The
use of the Latin language, with due respect of particular law, is to be
preserved in the Latin rites. But since the use of the vernacular,
whether in the Mass, the administration of the sacraments, or in other
parts of the liturgy, may fequently be of great advantage to the people,
a wider use may be made of it, especially in ... It is for the
competent territorial ecclesiastical authority ... to decide whether,
and to what extent, the vernacular language is to be used" (Sacrosanctum Concilium, 36).
- ^ Pope Paul VI (December 1963). "Sacrosanctum Concilium, 2". Vatican. Diakses 2006-09-15.; Catechism of the Catholic Church 1068-69
- ^ Catechism of the Catholic Church, 1423-1424
- ^ Catechism of the Catholic Church 2558
- ^ Joseph Card. Ratzinger, Alberto Bovone (May 1992). "Surat kepada para uskup Gereja Katolik mengenai beberapa aspek dari Gereja yang difahami sebagai Komuni, 9". Vatican. Diakses 2006-09-15.
- ^ Lumen Gentium §8
- ^ Lumen Gentium §26
- ^ "Kanon 42". Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur.
- ^ "Kanon 375". 1983 Kitab Hukum Kanonik. Vatican.
- ^ Committee on the Diaconate. "Frequently Asked Questions About Deacons". United States Conference of Catholic Bishops.
- ^ cf. Code of Canon Law, canon 11
- ^ Circular
Letter 10279/2006 of 13 March 2006 from the Pontifical Council for
Legislative Texts to Presidents of Episcopal Conferences (Canon Law Society of America)
- ^ "J.L. Heilbron". London Review of Books. Diakses 2006-09-15.
- ^ Lindberg, David; Numbers, Ronald L (October 2003). When Science and Christianity Meet. University of Chicago Press. ISBN 0-226-48214-6.
- ^ Goldstein, Thomas (April 1995). Dawn of Modern Science: From the Ancient Greeks to the Renaissance. Da Capo Press. ISBN 0-306-80637-1.
- ^ Pope John Paul II (September 1998). "Fides et Ratio (Faith and Reason), IV". Diakses 2006-09-15.
- ^ Choupin, Valeur des Decisions Doctrinales du Saint Siege
- ^ "How the Catholic Church Built Western Civilization". Catholic Education Resource Center. May 2005.
- ^ Boffetti, Jason (November 2001). "Tolkien's Catholic Imagination". Crisis Magazine. Morley Publishing Group.
- ^ Voss, Paul J. (July 2002). "Assurances of faith: How Catholic Was Shakespeare? How Catholic Are His Plays?". Crisis Magazine. Morley Publishing Group.
- ^ de Torre, Fr. Joseph M. (1997). "A Philosophical and Historical Analysis of Modern Democracy, Equality, and Freedom Under the Influence of Christianity". Catholic Education Resource Center.
- ^ Schumpeter, Joseph (1954). History of Economic Analysis. London: Allen & Unwin.
- ^ "Review of How the Catholic Church Built Western Civilization by Thomas Woods, Jr.". National Review Book Service. Diakses 2006-09-16.
- ^ Risse, Guenter B (April 1999). Mending Bodies, Saving Souls: A History of Hospitals. Oxford University Press. hlm. 59. ISBN 0-19-505523-3.
- ^ Walsh, James Joseph (1924). The world's debt to the Catholic Church. The Stratford Company. hlm. 244.
- ^ von Pastor, Ludwig (1891). The History of the Popes from the Close of the Middle Ages (Volume V). B. Herder. hlm. 65. cf. Luther, Martin. (1967). Luther's Works, American Edition, 55 vols. Helmut T. Lehmann, Theodore G. Tappert, editors, Concordia Publishing House and Fortress Press, Table Talk, vol. 54, p.296, No. 3930, ( recorded by Anthony Lauterbach, August 1, 1538 ). ISBN 0-8006-0354-0
- ^ Catholic League for Religious and Civil Rights (February 2004). "Sexual Abuse in Social Context: Catholic Clergy and Other Professionals". Diakses 2006-09-16.
- ^ Bono, Agostino. "John Jay Study Reveals Extent of Abuse Problem". Catholic News Service.
- ^ "Canon 1395". Code of Canon Law. Vatican.
- ^ Nama "Gereja Katolik" mengandung kerancuan, karena Gereja ini bukanlah satu-satunya lembaga yang menyatakan dirinya sebagai Katolik.
Gereja ini disebut dan menyebut diri sendiri dengan berbagai cara,
sesuai kondisi sekitarnya. Kata Yunani καθολικός (katholikos), asal dari
kata "Katolik", artinya "universal".[1] Kata ini pertama kali digunakan untuk menyebut Gereja Kristen pada awal abad ke-2.[2] Pasca Skisma Akbar, Gereja Barat menggunakan nama "Katolik", sementara Gereja Timur menggunakan nama "Ortodoks".[3] Pasca Reformasi
pada abad ke-16, Gereja yang berada dalam persekutuan dengan Uskup Roma
menggunakan nama "Katolik" untuk membedakan dirinya dari berbagai
Gereja Protestan.[3]
Nama "Gereja Katolik", bukannya "Gereja Katolik Roma", adalah nama yang
biasa digunakan Gereja ini dalam dokumen-dokumennya. Nama ini digunakan
pada judul dari Katekismus Gereja Katolik.[4] Nama ini pula yang digunakan Paus Paulus VI tatkala menandatangani dokumen-dokumen Konsili Vatikan Kedua.[5][6][7]
Khususnya di negara-negara berpenutur Bahasa Inggris, Gereja ini biasa
disebut Gereja Katolik "Roma"; pada kesempatan-kesempatan tertentu
Gereja ini juga menyebut diri dengan sebutan tersebut.[8]
Pada beberapa waktu, sebutan ini dapat membedakan Gereja ini dengan
gereja-gereja lain yang juga menyatakan diri Katolik. Istilah ini pun
digunakan di judul dokumen-dokumen yang menyangkut hubungan-hubungan
ekumenis. Meskipun demikian, nama "Gereja Katolik Roma" tidak disukai
oleh banyak umat Katolik yang menganggapnya sebagai sebuah label yang
disematkan pada mereka oleh pihak lain yang bermakna bahwa Gereja mereka
hanyalah salah satu dari beberapa gereja katolik, dan bermakna bahwa
kesetiaan mereka pada Sri Paus dalam satu lain hal menjadikan mereka
dipandang tak layak dipercaya.[9] Dalam gereja ini, nama "Gereja Roma", dalam makna tersempitnya, berarti Keuskupan Roma.[10][11]
- ^ Buku tahunan kepausan 2007 menyatakan bahwa ada 1,115 milyar umat Katolik di seluruh dunia.[12] Data CIA juga memberikan perkiraan serupa.[13]
Membandingkan jumlah keanggotaan yang diklaim oleh Gereja Katolik dengan
statistik-statistik yang tersedia mengenai gereja-gereja Kristen
lainnya menimbulkan kesulitan-kesulitan metodologis karena tidak
terdapat definisi yang sama tentang keanggotaan untuk semua denominasi
Kristen. Ada sebuah rentang estimasi yang menyebutkan bahwa warga Gereja
Katolik merupakan 50% [14] dari jumlah umat Kristiani di seluruh dunia.
SUMBER :
Daftar pustaka
- "Catechism of the Catholic Church". Libreria Editrice Vaticana. 1993.
- "Compendium of the Catechism of the Catholic Church". Libreria Editrice Vaticana. 2005.
- "Annuarium Statisticum Ecclesiae (Annual Church Statistics)". EWTN. July 2004. Diakses 2006-09-14.
- Carroll, Warren (October 2004). History of Christendom. Christendom Press. ISBN 0-931888-21-2. 4 Volumes.
- Central Statistics Office (2006). Annuario Pontificio. Libreria Editrice Vaticana. ISBN 88-209-7806-7.
- Crocker, III, H. W. (November 2001). Triumph: The Power and the Glory of the Catholic Church: A 2,000-Year History. Prima Lifestyles. ISBN 0-7615-2924-1.
- Herbermann, Charles G. et al. (April 1913). "Catholic Encyclopedia". Encyclopedia Press.
- Hughes, Philip (1947). A History of the Church: The World in Which the Church Was Founded. Sheed & Ward. ISBN 0-7220-7981-8.
- Miller, Adam S. (1997, 2006). The Roman Catholic Church: A Divine Institution or a Human Invention?. Tower of David Publications.
- Woods, Jr., Thomas (May 2005). How the Catholic Church Built Western Civilization. Regnery Publishing. ISBN 0-89526-038-7.